Welcome to My Blog

Blog ini berisi tentang materi-materi kuliah yg telah saya ikuti..
semoga bisa bermanfaat bagi semua pembaca...
terima kasih....:)

Selasa, 22 November 2011

Penerapan Pembelajaran Dengan Teori Stimulus-Respon Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajarn Matematika

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG MASALAH
Dalam kehidupan, pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sejalan perkembangan dunia pendidikan yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Banyak perhatian khusus diarahkan kepada perkembangan an kemajuan pendidikan guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Salah satu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan pembaharuan system pendidikan.
Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam dunia pendidikan, saat ini berkembang berbagai model pemebelajaran. Secara harviah model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan social, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.
Sekolah merupakan tempat persemaian benih generasi terbaik. Salah satu usaha sekolah adalah meningkatkan prestasi belajar siswa melalui proses belajar mengajar. Sehingga menimbulkan SDM yang berkualitas tinggi yang merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Sekolah juga memiliki jenjang berstruktur yang dimulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
Berhasil atau tidaknya suatu usaha atau kegiatan tergantung pada jelas atau tidaknya tujuan yang hendak di capai oleh seseorang atau lembaga yang melaksanakannya. Berdasarkan kenyataan ini maka perlu benar suatu tujuan dirumuskan sejelas-jelasnya dan kemudian baru menyusun suatu program kegiatan yang objektif dan realistis, sehingga segala energi dan kemungkinan biaya yang berlimpah tidak terbuang sia-sia. Sehubungan dengan itu apabila kita berbicara tentang pendidikan pada umumnya, maka kita harus menyadari bahwa segala proses pendidikan selalu diarahkan untuk dapat menyediakan atau menciptakan tenaga-tenaga pendidik bagi kepentingan bangsa, negara dan tanah air.
Peningkatan kualitas pendidikan merupakan proses perkembangan dan perubahan yang dinamis, maka pendidikan harus mampu membentuk atau menciptakan diri dalam proses perkembangan tersebut, dan tidak melepaskan diri dari dasar-dasar watak dan kepentingan negara, bangsa dan tanah air kita. Hal ini berarti bahwa peningkatan kualitas pendidikan membawa konsekuensi kepada perbaikan dan peningkatan di semua faktor, baik faktor guru seperti guru kurang terampil dalam mengajar, kemampuan akademik guru masih rendah. Sarana dan prasarana yang kurang memadai, maupun fasilitas penunjang yang diperlukan. Metode yang digunakan guru dalam mengajar juga mendukung dalam mempermudah siswa memahami materi yang diajarkan. Pendidikan matematika sebagai bagian dari pendidikan yang merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas SDM terutama ditengah-tengah kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) seperti sekarang ini. Matematika merupakan sarana berpikir untuk menumbuh kembangkan pola pikir logis, sistematis, objektif, kritis dan rasional yang harus dibina sejak dini. Namun kenyataannya peringkat daya saing pendidikan di Indonesia dewasa ini jauh ketinggalan dengan negara-negara lain terutama di sektor pendidikan khususnya dibidang matematika.
Dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan di SMA matematika adalah salah satu mata pelajaran diberikan beban jam pelajaran yang maksimal agar penguasaan matematika siswa lebih kompeten. Akan tetapi pada saat pembelajaran matematika diberikan, masih terdapat kesulitan-kesulitan yang dipelajarai siswa untuk mempelajarainya.
Rendahnya prestasi siswa menunjukkan suatu indikasi bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam mempelajari dan memahami matematika. Kualitas dan pemerataan hasil pendidikan di Indonesia masi memprihatinkan dilihat dari indikator hasil-hasil ujian yang masih di bawah angka standart dan sedikit anak yang memiliki kesempatan untuk belajar.
Bertitik tolak dari permasalahan tersebut perlu diupayakan peningkatan hasil belajar siswa sehingga dapat menarik minat belajar siswa. Salah satu cara yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menerapkan pembelajaran teori stimulus – respon (S – R).
Pengajaran dengan teori Stimulus – Respon menekankan kepada analisis perilaku yang bersifat objektif. Asumsi yang digunakan mengenai proses belajar adalah siswa dapat mengerti proses belajar yang kompleks. Setelah ia mengerti proses belajar yang sederhana. Proses-proses yang sederhana diharapkan pula menjelaskan proses-proses yang lebih kompleks. Maka dari itu, pengajaran dengan Teori Stimulus – Respon diharapkan siswa mempunyai keaktiaafan belajar yang tinggi dan diharapkan untuk dapat meningkatkan hasil belajara siswa.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis berinisiatif mengambil judul dengan formulasi judul “Penerapan Pembelajaran Dengan Teori Stimulus-Respon Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajarn Matematika”.
1.2    IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang mengakibatkan rendahnya kualitas (mutu) siswa diantaranya :
1.    Penggunaan pembelajaran yang kurang menarik perhatian siswa
2.    Rendahnya hasil belajar matematika siswa
3.    Kurangnya perhatian dan minat siswa dalam pembelajaran matematika
1.3    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Apakah penggunaan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika ?
2.    Bagaimana menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika ?
1.4    TUJUAN
Adapun tujuan dalam seminar ini adalah:
1.    Untuk mengetahui penggunaan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika.
2.    Untuk mengetahui bagaimana menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika.
1.5    MANFAAT
Dari seminar ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :
1.    Sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka mengembangakan proses pembelajaran matematika di tingkat sekolah, baik itu SD, SMP atau SMA dan sederajat.
2.    Sebagai bahan perbandingan bagi calon guru atau guru untuk meninjau kemampuan siswa dalam memahami pelajaran dengan menerapkan pembelajaran dengan teori Stimulus – Respon.
3.    Sebagai bahan kajian atau referensi serta menambah wawasan bagi penulis yang akan melakukan kajian berhubungan dengan teori Stimulus – Respon.

                                                                           







BAB II
PEMBAHASAN
2.1    KAJIAN TEORI
1)   Pengertian-pengertian
a.    Belajar
Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.
Menurut James O. Whittaker (Djamarah, Syaiful Bahri , Psikologi Belajar; RinekaCipta; 1999), belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubahmelalui latihan atau pengalaman”.
Robert M. Gagne dalam buku: “The Conditioning Of Learning” mengemukakan bahwa: “learning is change in human disposition or capacity, wich persists over a periodtime, and which is not simply ascribable to process a groeth”. Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terusmenerus, bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalmdiri dan keduanya saling berinteraksi.
Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang yang melibatkan kegiatan berpikir dan terjadi melalui pengalaman-pengalaman belajar yang didapat oleh seseorang yang belajar dan melalui reaksi-reaksi terhadap lingkungan dimana seseorang berada sehingga terjadi perubahan tingkah laku didalam diri seseorang yang belajar dan bersifat positif atau lebih baik dari sebelumnya.

b.   Kemampuan
Kemampuan/kompetensi adalah kemampuan bersikap, berfikir dan bertindak secara konsistensi sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dimiliki (Perencanaan pengajaran, 2007).
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik dalam menerima, mengingat maupun menggunakan sesuatu yang diterimanya. Hal ini dapat disebabkan bahwa setiap orang tidak sama pola pikirnya dan taraf kecerdasannya. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal menyusun segala sesuatu yang diamati, dilihat diingat ataupun dipikirannya. Selain berbeda dalam tingkat kemampuan berpikir, seseorang juga dapat berbeda dalam cara memperoleh, menyimpan serta menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka dapat juga berbeda dalam cara menerima, mengorganisasikan dalam cara penedekatan terhadap situasi belajar dan menghubungkan pengalaman-pengalamannya tentang pelajaran serta cara mereka merespon terhadap metode pengajaran.
Dalam kamus umum bahasa indonesia menurut W.J.S. Poerwadarminta. (1996 : 76) dikemukakan bahwa : “ Kemampuan adalah kesanggupan”. Kemampuan merupakan kesanggupan  atau kecakapan seseorang dalam melakukan suatu aktivitas. Kemampuan siswa dalam matematika yang telah dipelajarai secara benar serta sanggup memecahkan permasalahan yang timbul dalam matematika tersebut.
Ada  pula  pendapat  lain  menurut  Akhmat  Sudrajat menghubungkan kemampuan dengan  kata  kecakapan.  Setiap individu  memiliki  kecakapan  yang  berbeda-beda  dalam  melakukan suatu  tindakan.  Kecakapan  ini  mempengaruhi  potensi  yang  ada  dalam  diri  individu  tersebut.  Proses  pembelajaran  mengharuskan siswa  mengoptimalkan  segala  kecakapan  yang  dimiliki.
c.    Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dengan berakhir suatu proses belajar maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Menurut Dimyati dan Mujiono (2006 : 3) bahwa “hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar”. Proses belajar bukan hal yang dialami oleh siswa, suatu respon terhadap segala cara pembelajaran yang diprogramkan oleh guru. Dalam proses belajar tersebut guru meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar tersebut terjadi berkat evaluasi guru.
Adapun bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Dan dari tidak mengerti jadi mengerti. Tingkah laku memiliki unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohani dan unsur motoris adalah unsur jasmani. Bahwa seseorang sedang berpikir dapat dilihat dari raut mukanya dan sikapnya dalam rohani tidak dapat dilihat.
Menurut Qoemar Hamalik (2004 : 30) menyatakan “tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada perubahan pada aspek-aspek tersebut. Adapaun aspek-aspek tersebut adalah :
1.        Pengetahuan
2.        Pengertian
3.        Kebiasaan
4.        Keterampilan
5.        Apresiasi
6.        Emosional
7.        Hubungan social
8.        Jasmani
9.        Etis atau budi pekerti
10.    Sikap
Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan dan perubahan tingkah laku yang dimiliki siswa selama proses belajar.
d.   Pembelajaran
Pembelajaran dalam suatu definisi dipandang sebagai upaya mempengaruhi siswa agar belajar. Atau secara singkat dapat dikatakan bahwa pembelajaran sebagai upaya membelajarkan siswa. Akibat yang mungkin tampak dari tindakan pembelajaran adalah siswa akan:
1.        Belajar sesuatu yang mereka tidak akan pelajari tanpa adanya tindakan pembelajar, atau
2.        Mempelajari sesuatu dengan cara yang lebih efisien.
Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupkan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik sedangkan belajar dilakukan oleh murid sebagai peserta didik. Menurut Coreu (1986 : 195) “Konsep pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupkan subset khusus dari pendidikan”.
Proses pembelajar pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, memotivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupkan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (1999 : 297) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secra aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dpat meningkatkan kemampuan berpikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik sebagai materi pelajaran.
            Dalam pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang diajarkannya sebagai suatu apelajaran yang dapat mengmbangkan kemampuan berfikir siswa dan memahami aberbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencaan pengajaran yang matang oleh guru. Pendapat ini sejalan dengan Jerome Bruner (1960) mengatakan bahwa perlu adanya teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut pandangan Bruner teori belajar itu bersifat deskriptif  sedangkan teori pembelajaran itu preskriptif.
2)   Teori Stimulus – Respon (Teori S – R)
Dalam teori belajar behavioristik menjelaskan belajar adalah perubahan perilaku yang diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan hubungan perilaku relatif (respons) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S – R (Stimulus – Respon).
Melihat faktor-faktor lingkungan stimulus dan hasil tingkah laku yang ada hubungannya antara respon, tingkah laku dan pengaruh lingkungan. Dengan memberikan stimulus maka siswa akan merespon. Hubungan antara stimulus dan respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasaranya kelakuan anak adalah terdiri atas respon-respon tersebut dengan latihan-latihan maka hubungan tersebut semakin kuat. Inilah yang disebut S – R Bond Theory. Kelakuan tadi akan ditransfer kedalam situasi baru menurut hukum transfer tertentu pula.(Qoemar Hamalik, Op.Cit : 39).
Hal yang sama seperti diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006 : 112)bahwa “Teori belajar behavioristik tentang belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang di tangkap panca indra dengan kecendrungan untuk bertindak atau berhubungan antara stimulus respon ( S – R)”. oleh karena itu teori ini juga dinamakan teori stimulus respon. Belajar adalah upaya untuk mebentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya.

3)   Teori-teori Belajar yang Termasuk dalam Kelompok Teori Stimulus – Respon
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan Stimulus –Respon ini, diantaranya :
a)   Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
b)   Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.



c)    Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud denganoperant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
d)   Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward danpunishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang teori dan konsep dalam uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dan situasi disekitar kita. Adalam proses ini termasuk mendapatkan pengertian dan sikap yang baru. Dengan demikian, terjadi perubahan perilaku yang sebelumnya tidak mengerti menjadi mengerti terhadap suatu hal. Jadi, secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.
4)   Teori Stimulus – Respon Piaget
Jean Piaget menyebutkan bahwa struktur kognitif sebagai Skemate (Schmas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktu kognitif yang lebih lengkap dari pada ketika ia masih kecil. Seorang anak yang baru pertama kali melihat buaya akan menyebutnya sebagai cecak besar, karena cecaklah yang selalu dilihatnya di rumah dan cecaklah yang paling dekat dengan stimulusnya.
Perkembangan skemata ini berlangsung terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungannya. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalm pikiran anak. Makin baik kualitas skema ini, makin baik pulalah pola penalaran anak tersebut. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu asimilasi dan  akomodasi. Asimilasi adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru kedalam skema yang telah terbentuk. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk  secara tidak langsung.
Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi dengan akomodasi, agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi.
Berdasarkan hasil penelitiannya, piaget mengemukakn bahwa ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis (menurut usia kalender) yaitu :
a)        Tahap Sensori Motor, dari lahir sampai umur sekitar 2 tahun
b)        Tahap Pra Operasi, dari sekitar umur 2 tahun sampai dngan sekitar umur 7 tahun
c)        Tahap Operasi Konkrit, dari sekitar uamur 7 tahun asampai dengan umur 11 tahun
d)       Tahap Operasi Formal, dari sekitar umur 11 tahun dan seterusnya
Maka pada makalah ini penulis memakai tahap Operasi Formal karena masa SMA anak sudah berumur lebih dari 11 tahun. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif secara kualitas. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Penggunaan benda-benda konkret sudah tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwa langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi. Sebagai contoh, kita perhatikan eksperimen Piaget berikut ini :
Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar “Pak Pendek” dan untaian penjepit kertas untuk mengukur tinggi “Pak Pendek” itu. Klemudiana ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa “Pak Pendek” mempunyai teman “Pak Tinggi”. Kemudian dikatakan apabila diukur dengan abatang korek api tinggi “Pak Pendek” empat batang, sedangkan tinggi “Apak Tinggi” enam batang korek api. Berapakah tinggi “Pak Tinggi” bila diukur dengan klip? Dalam
Anak pada operasi formal tidak lagi berhubungan dengan ada-tidaknya benda-benda konkrit, tetapi berhubungan dengan tipe berfikir. Apakah stimulus disertai oleh benda-benda konkret atau tidak, bagi anak pada tahap berfikir formal tidak menjadi masalah.
Contoh lainnya yang dapat diberikan yaitu:
Pangkat Bulat Positif
Jika x4 = 16 dan y2 = 36, maka  hasil dari x – y adalah ….
Pada soal di atas peserta didik harus melakukan operasi terhadap operasi, untuk mengerjakannya perserta didik harus mencari nilai masing-masing x dan y. nilai x adalah akar pangkat empat dari 16 yaitu 2, dan untuk mencari nilai y adalah akar kuadrat dari 36 yaitu 6. Maka nilai x – y adalah 2 – 6 = -4. Maka pendidik tidak harus membawa benda nyata untuk menunjukkan pada peserta didik x4 = 16 dan y2 = 36. Menurut Piaget Anak pada usia 11 tahuan lebih sudah dapat mengerjakan soal dengan hanya menggunakan simbol-simbol.











BAB III
PENUTUP
3.1    KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah seminar matematika ini adalah Stimulus tidak lain adalah lingkungan belajar anak baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respon adalah akibat atau dampak berupa reaksi fisik terhadap stimulus. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat, kecendrungan perilaku S – R (Stimulus – Respon). Maka dengan memeperhatikan kondisi internal dan eksternal peserta didik akan lebih membantu dalam pembelajaran yang akan dilakukan. Secara sadar bahwa dalam proses belajar ini yang diutamakan adalah bagaimana individu dapat menyelesaikan dan terhadap rangsangan kehidupan kemudian individu ini mengadakan reaksi. Reaksi yang dilakukan merupakan usaha untuk menciptakan kegiatan sekaligus menyelesaikan dan akhirnya mendapatkan hasil yang mengakibatkan perubahan pada dirinya. Sebagai hal baru serta menambah pengetahuan. Belajar bertujuan untuk mengubah sikap positif artinya apabila seseorang belajar sesuatu hal yang baru tergantung stimulus disekitarnya (faktor lingkungan yang kondusif memberikan kenyamanan dalam proses belajar) termasuk keaktifan proses mental yang sering dilatih dan akhirnya menjadi suatu kegiatan yang terbiasa.
3.2    SARAN
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memberikan  beberapa saran untuk memperbaiki kualitas hasil belajar matematika siswa, antara lain :
1.        Dalam memberikan pelajaran matematika, hendaknya seorang guru menggunakan teori S-R untuk meningkatkan hasil belajar.
2.        Diharapkan kepada guru agar lebih memperhatikan kegiatan belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar, karena realitanya siswa kurang memahami pelajaran disebabkan  beberapa faktor seperti, bakat dan minat siswa yang kurang untuk mempelajari matematika, kurangnya konsentrasi siswa dalam belajar dan anggapan siswa bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit.
3.        Sebagai bahan kajian atau referensi serta menambah wawasan bagi guru atau mahasiswa yang ingin melakukan kajian yang berhubungan dengan teori S-R.
4.        Dapat merasakan suasana yang menyenangkan dan memperoleh pengalaman berbeda dari suasana belajar sebelumnya, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan minat belajar matematika dan lebih memotivasi siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan maksimal dengan menggunakan teori S-R yang akhirnya membentu memaksimalkan hasil belajar siswa.

















DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri, (2008), Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta